Di tengah arus dominasi sinema populer dan film beranggaran besar, Festival Film Etnografi Indonesia 2025 menawarkan sesuatu yang berbeda dan menyentuh: kisah nyata dari desa-desa terpencil, tradisi yang nyaris punah, dan kearifan lokal yang tak terliput media mainstream.
Diselenggarakan oleh In-Docs dan Puskat Pictures, festival ini berlangsung dari 22 hingga 27 Januari 2025 secara hybrid—offline di Yogyakarta, dan online melalui platform streaming dokumenter. Acara ini menampilkan 25 film dokumenter pendek dan panjang dari berbagai daerah Indonesia, termasuk Papua, Kalimantan, Flores, dan Sumatra Barat.
Etnografi dalam Bingkai Sinema
Film etnografi merupakan genre dokumenter yang mengangkat realitas kehidupan masyarakat dengan pendekatan antropologis. Dalam konteks Indonesia, genre ini menjadi penting untuk merekam kekayaan budaya dan praktik sosial yang beragam namun seringkali terpinggirkan.
Beberapa film yang mencuri perhatian dalam festival ini antara lain:
- “Suara dari Sumba” – kisah ritual pasola dan konflik agraria.
- “Bakar Batu” – dokumentasi tentang tradisi makan bersama di Papua.
- “Nenek Moyangku Seorang Pelaut” – potret komunitas nelayan Bajo yang menghadapi krisis iklim.
- “Seni Menenun Kehidupan” – tentang perempuan Dayak dan warisan tenun sebagai simbol perlawanan.
Setiap film tidak hanya menghadirkan visual yang menawan, tapi juga membawa penonton pada pemahaman mendalam tentang nilai-nilai lokal dan relasi manusia dengan alam serta komunitasnya.
Baca Juga : Museum Nasional Indonesia Gelar Festival Sunting, Tunjukkan Perjuangan Perempuan
Festival ini tidak hanya menyajikan tontonan, tapi juga menjadi ruang dialog antara pembuat film, akademisi, budayawan, dan masyarakat umum. Setiap pemutaran film disertai dengan sesi diskusi yang membahas: Etika dalam merekam komunitas adat, Tantangan produksi di daerah terpencil, Peran film dalam pelestarian budaya dan Representasi yang adil dalam dokumenter
“Film etnografi adalah alat pemahaman, bukan hanya hiburan. Ia membantu kita melihat Indonesia dari lensa masyarakatnya sendiri,” ujar Dr. Nina Mutmainnah, antropolog dan kurator festival.
Keterlibatan Komunitas Lokal
Sebagian besar film dalam festival ini merupakan hasil kerja kolaboratif antara filmmaker dan komunitas lokal. Proses produksinya dilakukan secara partisipatif, dengan narasi yang dibangun dari dalam, bukan dari sudut pandang orang luar semata.
Misalnya, film “Dari Tanah Toraja” disutradarai oleh Rinto Sambara, seorang pemuda Toraja sendiri yang mendokumentasikan prosesi pemakaman keluarganya sebagai refleksi budaya dan spiritualitas.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa dokumenter etnografi tidak lagi eksklusif bagi akademisi, melainkan bisa menjadi media ekspresi komunitas terhadap identitas dan tantangan mereka sendiri.
Teknologi dan Aksesibilitas
Untuk menjangkau audiens yang lebih luas, festival menyediakan subtitle dalam tiga bahasa (Indonesia, Inggris, dan daerah), serta akses gratis melalui platform KitaDoc dan kanal YouTube resmi In-Docs. Beberapa film juga dirancang dengan narrative visual untuk tunarungu, dan ada sesi tanya jawab menggunakan bahasa isyarat.
Dengan demikian, festival ini tak hanya inklusif secara konten, tapi juga dalam cara distribusinya.
Antusiasme Penonton Muda
Meski bertema etnografi, festival ini berhasil menarik perhatian generasi muda, terutama mahasiswa dan pegiat media alternatif. TikTok dan Instagram dipenuhi cuplikan film, kutipan reflektif, dan testimoni dari peserta yang terinspirasi.
“Nonton film ‘Anak Rimba Jambi’ bikin aku sadar kalau banyak cara hidup di Indonesia yang belum pernah aku lihat,” tulis akun @budayakita.
Dampak yang Terus Bergulir
Beberapa film dalam festival ini kemudian diputar di sekolah-sekolah, komunitas budaya, bahkan digunakan sebagai bahan ajar oleh dosen antropologi dan sosiologi. Jejak Festival Film Etnografi Indonesia 2023 tidak berhenti di layar, tapi meluas sebagai gerakan edukasi dan pelestarian budaya.
Festival ini adalah pengingat bahwa film bukan hanya alat hiburan, tapi juga dokumen hidup. Dalam dunia yang terus berubah cepat, dokumenter etnografi menjadi upaya untuk mengabadikan nilai, identitas, dan praktik sosial yang menjadi fondasi budaya kita.